News Ticker

Latest Posts

Bupati Simalungun Janjikan Kuliah Gratis untuk Nias Barat

- Sabtu, 01 November 2014 No Comments
SIROMBU, NBC – Sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan sumber daya manusia di Kabupaten Nias Barat, Pemerintah Kabupaten Simalungun memberikan jaminan bebas biaya kuliah bagi pelajar di Nias Barat yang ingin melanjutkan studi di Universitas Efarina, Kabupaten Simalungun.
Hal ini diungkapkan oleh Bupati Simalungun JR Saragih saat menyampaikan sambutaannya pada acara penutupan acara PRPG di pantai Sirombu Kabupaten Nias Barat tanggal 8 November 2014 yang lalu.
“Pada kesempatan ini, saya menyampaikan bahwa jika ada putra dan putri Nias Barat yang berkeinginan melanjutkan studinya di perguruan tinggi, maka saya janjikan gratis di Universitas Efarina Simalungun untuk Nias Barat sampai sarjana,”ujar JR Saragih.
Namun demikian, Saragih mengatakan, untuk biaya kontrakan rumah dan biaya makan, menjadi tanggungjawab calon mahasiswa. “Yang mampu kita gratiskan hanya biaya perkuliahan sampai selesai sarjana. Dan untuk biaya kontrakan rumah dan biaya makan calon mahasiswa, biarlah menjadi tanggungjawabnya ataupun orangtuanya,” tambahnya.
“Jika ada yang berkeinginan kuliah dan merasa kekurangan biaya dari orangtuanya, maka cukup datang saja ke Simalungun dan tunjukan KTP asal Nias Barat kepada pejabat setempat, dan selanjutnya registrasi dan bisa langsung kuliah,” terangnya.
Sangat Diapresiasi
Pemerintah Kabupaten Nias Barat sangat mengapreasi bantuan pendidikan yang dijanjikan Bupati Simalungun. Bupati Nias Barat melalui Asisten Bidang Kehumasan Kabupaten Nias Barat Simesono Hia mengatakan, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan oleh pelajar di Nias Barat.
“Dukungan pak Bupati Sumalungun untuk perkembangan sumber daya manusia di Kabupaten Nias Barat sangat kita hargai dan apresiasi. Itu adalah sebagai wujudu jiwa sosial seorang Bupati Sumalungun yang turut dirasakan warga Nias Barat. Untuk itu ini harus kita manfaatkan dan jangan kita sia-siakan karena memang Pemkab Nias Barat butuh dukungan seperti ini,”ujar Simesono.
Kata Simesono, Pemkab Nias Barat melalui Dinas Pendidikan akan melakukan sosialisasi terhadap sekolah-sekolah dan orangtua siswa, agar anak-anak usia sekolah yang duduk di kelas 3 SMA/SMK mempersiapkan diri untuk melanjutkan kuliah di Universitas Efarina Simalungun. Bagi yang berkeinginan bisa mengirimkan datanyake Dinas Pendidikan Nias Barat untuk didata dan difasilitasi ke pihak pihak universitas.
“Ini untuk seluruh putra-putri Nias Barat, dan tidak terbatas jumlah yang akan diterima. Namun, tentu nantinya Dinas Pendidikan akan melakukan berupa seleksi terhadap calon mahasiswa asal Nias Barat. Tujuannya adalah tentu kita mengharapkan siswa yang berprestasi,”tambahnya.
Simesono menghimbau, pelajar SMA/SMK Nias Barat mempersiapkan diri melanjutkan studi ke perguruan tinggi di Universitas Efarina Simalungun, dan juga Simesono mengharapkan dukungan dari orangtua para siswa nantinya yang berkeinginan melanjutkan kuliah namun kekurangan biaya dari orangtua agar memotivasi anaknya untuk melanjutkan studinya. [FIR]
- See more at: http://www.nias-bangkit.com/2014/11/bupati-simalungun-janjikan-kuliah-gratis-untuk-nias-barat/#sthash.gLGcc6a1.dpuf

Bupati Simalungun DR JR Saragih SH MM Mendukung Sepenuhnya SR XVI PGI

- No Comments
Bupati Simalungun DR JR Saragih SH MM mendukung sepenuhnya pelaksanaan kegiatan Sidang Raya Persatuan Gereja Indonesia (PGI) ke-XVI yang akan dilaksanakan dari tanggal 11 sampai dengan 17 November 2014 di Gunung Sitoli,  Nias.
Sebagai bentuk dukungan terhadap kegiatan tersebut, akan mengirimkan para dokter dan tenaga medis dari Rumah Sakit Umum (RSU) Rondahaim Saragih Pamatang Raya dan Rumah Sakit (RS) Efarina Berastagi, satu unit helikopter guna menunjang kelancaran Sidang Raya, serta memberikan bantuan sebesar Rp 200 juta.
Hal ini disampaikan JR Saragih ketika bertemu dengan panitia Sidang Raya PGII ke- XVI di Hotel Grand Mutiara Berastagi, Kabupaten Karo, Sabtu (13/9/2014). Dalam pertemuan tersebut, bupati juga menyarankan kepada panitia untuk menyurati pihak Kodam I/BB guna meminjam tenda untuk penampungan peserta, pelbet (tempat tidur) dan mobil truk untuk mobilisasi massa. “Saya juga juga akan datang untuk menghadiri sidang raya pemuda pada tanggal 5 – 8 November di Nias Barat,” ujarnya.
Sekretaris Panitia Sidang Raya PGI ke-XVI Drs Penyabar Nakhe menyampaikan, bahwa Sidang Raya PGI ini akan dihadiri lebih kurang 3.000 peserta berasal dari seluruh Indonesia. Sebelum pelaksanaan Sidang Raya PGI, panitia  akan mengadakan ramah tamah dengan seluruh kepala daerah di Sumatera Utara bertempat di Convention Hall Medan, dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober.
Sedangkan jadwal Sidang Raya PGI ke- XVI akan berlangsung dari tanggal 5 – 8 November yakni Sidang Raya Perempuan di Teluk Dalam, Kabupaten Nias Selatan, Sidang Raya Pemuda tanggal 5 – 8 November di Sirombu, Kabupaten Nias Barat, Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) dari tanggal 8 -10 November  di Hilimajiaya Kabupaten Nias Utara dan Sidang Raya PGI sekaligus pemilihan Ketua PGI akan berlangsung dari tanggal 11 – 17 November di Gunung Sitoli .
Dalam pertemuan tersebut, panitia juga mengundang kehadiran Bupati Simalungun hadir dalam acara pembukaan Sidang Raya PGI ke-XVI di Gunung Sitoli. (hetanews.com)

PDT Ditutup, Ribuan Pengunjung Padati Parapat

- Senin, 22 September 2014 No Comments
Parapat. Bupati Simalungun, JR Saragih menutup Pesta Danau Toba (PDT) tahun 2014 yang berlangsung sejak 18 s/d 20 September 2014 di Open Stage Kota Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Sabtu (20/9).
Berbagai kegiatan telah dilaksanakan seperti lomba mengukir (manguhir), lomba marjalekkat, pertandingan margalah, festival vocal solo, festival tari kreasi daerah, pertandingan volley pantai, festival gonrang keyboard, lomba memancing, lomba fotography, lomba renang dewasa, lomba renang anak-anak, lomba solu parsadasadaan (perorangan) dan lomba solu pardua-duaan. 
Selama digelarnya pelaksanaan PDT di Kabupaten Simalungun, juga diadakan eksebisi terbang layang, eksebisi sepeda gunung dan eksebisi tour Harley Davidson,  jet sky, drag race sepeda air, drag rice speed boat, drag race scooter, pagelaran malam pesona budaya multi etnis/nusantara, malam pesona budaya Simalungun.
Selain itu, setiap malam untuk memeriahkan PDT, yang dihadiri ribuan pengunjung dari berbagai daerah juga ditampilkan artis-artis papan atas, seperti Marsada Band, Naff Band, Kotak Band dan artis-artis Ibukota lainnya ditambah artis pendukung dari Kabupaten Simalungun. Semua jadwal kegiatan yang telah direncanakan berjalan dengan tertib, aman dan lancar.
Bupati Simalungun mengatakan, Pemkab Simalungun akan tetap melaksanakan PDT setiap tahunnya, hal tersebut bertujuan untuk melestarikan kebudayaan yang telah dilaksanakan oleh para orang-orang terdahulu.  
Disampaikan bupati, bahwa pelaksanaan PDT juga untuk meningkatkan arus kunjungan wisata di Kota Parapat. Bupati  mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan untuk menyukseskan dan memeriahkan pelaksanaan PDT,secara khusus Bupati Batu Bara ,selain antusias mendukung PDT juga berbartisipasi menggelar malam kesenian Kabupaten Batu Bara.
Sebelumnya panitia telah memberikan hadian dan penghargaan kepada para pemenang perlombaan. Tampak hadir, Danrindam I BB, Danrem 022 PT, Dandim 0207 Simalungun, Danyonif 122 TS, mewakili Kapolres Simalungun, Anggota DPP RI Parlindunagn Purba, Anggota DPRD Simalungun, para pejabat di jajaran Kabupaten Simalungun dan perwakilan dari Kabupaten Batu Bara. (ama) 

SUMBER 
http://analisadaily.com/news/read/pdt-ditutup-ribuan-pengunjung-padati-parapat/66101/2014/09/22

Biografi JR Saragih:Nurani yang Mudah Tersentuh

- Minggu, 01 Juni 2014 No Comments
Sekitar tahun 2000 itu, sebagai perwira pertama TNI Angkatan Darat, Jopinus Ramli (JR) Saragih memperoleh amanah tugas menjadi komandan polisi militer di salah satu wilayah Kabupaten Purwakarta. Sampai suatu ketika dia melihat dengan mata kepala sendiri seorang ibu meninggal dunia saat hendak melahirkan. Penyebabnya, si ibu bernasib malang itu tak tertolong gara-gara sudah amat terlambat tiba di rumah sakit.
 

Sebagai orang yang dibesarkan dalam bingkai keprihatinan, nurani JR Saragih begitu tersentuh, hatinya bagai teriris sembilu. Masa lalu JR Saragih memang boleh dikatakan kurang beruntung. Lahir sebagai bungsu dari lima bersaudara anak pasangan orang tua Rasen Saragih dan Theresia, tahun 1969, ketika baru berumur sekitar satu tahun, sang ayahanda dipanggil pulang Tuhan Yang Maha Kuasa. Kakak-kakak JR Saragih dibawa pamannya ke daerah Aceh. Sementara JR Saragih tinggal bersama kakek-neneknya di Pematang Raya, sampai kelas 4 Sekolah Dasar (SD). Dia langsung terpisah dari kakak-kakaknya.
Nestapa belum juga pergi dari kehidupan JR Saragih. Saat kelas 4 SD itu, neneknya meninggal dunia. Dia pun pontang-panting menghidupi diri sendiri. Dia lalu meninggalkan Pematang Raya, bekerja serabutan, termasuk sempat menjadi kernet mobil omprengan. Kendati begitu, dia tidak melupakan sekolah.
Tamat SMP di Kecamatan Munthe, tahun 1984, JR Saragih memutuskan merantau ke Ibukota Jakarta. Di sini, dia 
pertama kali datang ‘menumpang’ di abang tertua H. Anton Saragih. Tak lama memang, cuma sekitar enam bulan. 

Setelah itu, dia memutuskan tinggal mandiri dengan menyewa satu kamar di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Sembari melanjutkan sekolah SMA, dia sempat bekerja serabutan jadi kuli galian pasir. Meski tertatih-tatih, dia berhasil menamatkan pendidikan di SMA Prasasti dan kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jawa Tengah.
Dari pendidikan militer di kawasan Lembah Tidar (Kampus AMN), JR Saragih berhasil membawa pulang pangkat Letnan Dua TNI Angkatan Darat. Cakrawala kehidupan yang lebih cerah, lewat karir pengabdian kepada nusa-bangsa. Sampai kemudian bertugas sebagai komandan polisi militer di wilayah Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. “Saya banyak bersyukur dalam hidup ini, sekolah lancar, kuliah di Akademi Militer dibiayai oleh negara. Dan sekarang dipercaya rakyat mengemban amanah menjadi Bupati Simalungun,” ujar JR Saragih.
 
Keberanian, kegigihan dan ambisi; tiga kunci sukses JR Saragih mengubah perjalanan hidupnya dari nestapa menjadi sukacita. Kita teringat kisah Soichiro Honda, seorang miliuner dan industriwan yang telah menyumbangkan khazanah kebanggaan bagi bangsa Jepang. Dia bukanlah sosok manusia yang terlahir dari keluarga yang kaya atau bangsawan berdarah biru. Dia bukan pula manusia planet yang otak dan ototnya berbeda dengan makhluk bumi. Yang membedakannya dengan kebanyakan manusia adalah keyakinan dan ambisinya. Soichiro Honda termasuk orang yang sangat mengagumi Napoleon Bonaparte, tokoh yang banyak diceritakan oleh ayahnya semasa dia masih kecil.(redaksi )

See more at: http://www.penarakyat.com/2014/06/biografi-jr-saragih-bagian-ii-nurani.html#sthash.gJxD1wpm.dpuf

BIOGRAFI JR SARAGIH : Bekerja Tanpa Pamrih

- No Comments
Purwakarta, tahun 2000. Sebuah wilayah kabupaten yang relatif tidak terlalu jauh dari Ibukota Jakarta. Tapi, Purwakarta waktu itu belum seramai sekarang. Purwakarta hanyalah daerah kecil, seluas 971,72 km2 atau sekitar 2,81 persen dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Dengan begitu sawah yang ada juga relatif sempit, hanya sekitar 228 km2. Boleh dikatakan wilayah yang ketika itu tengah didorong menjadi daerah industri ini lekat dengan kemiskinan. Denyut kehidupan wilayah yang cukup strategis itu belum banyak diperhitungkan oleh para penanam modal. Masih kalah populer dibandingkan dengan Cikampek (Kabupaten Karawang) dan Cikarang (Kabupaten Bekasi) yang telah lama diramaikan oleh kawasan industri. Purwakarta menjadi akrab di telinga warga masyarakat setelah dibuka akses Jalan Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) sekitar tahun 2007. Akses ke Purwakarta menjadi demikian gampang dan cepat. Serta mulai diperhitungkan sebagai salah satu kawasan industri andalan setelah tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Purwakarta menetapkan kawasan industri seluas 2000 hektar, zona industri seluas 3000 hektar serta kawasan pariwisata Jatiluhur.
Sebagai sebuah wilayah kabupaten, di tahun 2000, penduduk Purwakarta saat itu sudah relatif padat, 698.353 jiwa atau kepadatan 719 jiwa per kilometer persegi dengan pertumbuhan 2,22 persen. Purwakarta ketika itu mulai meretas jalan menjadi salah kabupaten penyangga Ibukota Jakarta dan hinterland Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). Di beberapa titik wilayah mulai muncul kawasan-kawasan industri. Terutama di Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Babakancikao dan Campaka. Ada upaya mengubah citra Purwakarta sebagai kota pensiun menjadi kota industri dan pariwisata. Menjadi segitiga emas Jakarta-Purwakarta-Bandung dan Bandung-Purwakarta-Cirebon.
Purwakarta tampil bagai gula. Lazimnya pepatah ada gula ada semut, orang pun mulai berdatangan ke wilayah yang dulu merupakan salah satu pusat kerajaan di Tanah Pasundan ini. Sampai kemudian komposisi pendatang (migran) mendominasi piramida penduduk Purwakarta. Jumlah migran permanen adalah 51,83 persen dengan kisaran umur 15-19 tahun. Kemudian migran temporer sebanyak 0,30 persen. Sedangkan komposisi gender antara laki-laki dan perempuan relatif setara, yaitu 51,21 persen dan 48,79 persen. Prosentase penduduk angkatan kerja di Kabupaten Purwakarta saat itu sebesar 282.961 orang (50,74 %), sedangkan bukan angkatan kerja 274.679 (49,26 %). Dari angkatan kerja tersebut jumlah yang sudah bekerja sebanyak 264.991 orang (93,65 %), dan pencari kerja sebanyak17.970 orang (6,35 %).
Repotnya, sebagaimana daerah industri pada umumnya, Purwakarta menghadapi persoalan kesejahteraan kaum buruh atau pekerja. Penghasilan mereka sebagai buruh pabrik hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Sementara kebutuhan papan dipenuhi dengan upaya mengontrak atau menyewa rumah petak yang tumbuh bagai cendawan di musim hujan di sentra-sentra perindustrian. Mereka sedikit abai terhadap kebutuhan penting seperti kesehatan. Jaminan kesehatan dari perusahaan tempat mereka bekerja pun relatif minim. Ketika mereka jatuh sedikit, hanya mampu mengandalkan obat warung atau pengobatan alternatif yang kadang penuh risiko. Sampai kemudian banyak di antara mereka yang mengalami sakit kronis dan terlambat memperoleh pertolongan. Dan tak sedikit pula yang bahkan jiwanya tak tertolong.

Banyak kaum buruh dan warga masyarakat kurang mampu lainnya di wilayah Purwakarta kala itu dilanda semacam rasa takut berobat ke klinik atau rumah sakit. Mereka merasa takut tidak bisa membayar biaya pelayanan kesehatan. Apalagi banyak rumah sakit yang memberlakukan ‘kewajiban’ membayar uang muka sebelum pasien ditangani.
Tidak hanya kaum buruh atau pekerja yang mengalami keadaan kesehatan yang memprihatinkan. Secara umum kondisi kesehatan warga Kabupaten Purwakarta ketika itu kurang menggembirakan. Pertumbuhan penduduk Purwakarta saat itu relatif tinggi, sekitar 2,22 persen. Hal ini berkait dengan angka kelahiran bayi dan jumlah penduduk perempuan usia subur. Di masa itu jumlah perempuan usia subur (usia 15-49 tahun) adalah 27,78% dari total jumlah penduduk. Keberadaan perempuan usia subur tersebut menyebar di setiap kecamatan dengan kisaran prosentase: Kecamatan Purwakarta 32,58%, Kecamatan Jatiluhur 9,43%, Kecamatan Campaka 13,61%, Kecamatan Plered 5,06%, Kecamatan Darangdan 7,73%, Kecamatan Tegalwaru 4,37%, Kecamatan Maniis 2,24%, Kecamatan Sukatani 3,51%, Kecamatan Wanayasa 9,53% dan Kecamatan Pasawahan 7,96% serta Kecamatan Bojong 3,98%.
Berkaitan dengan jumlah perempuan usia subur, anak pernah dilahirkan dan yang masih hidup menurut golongan umur ibunya tahun 1990 berjumlah 144.677 jiwa meningkat menjadi 160.364 pada tahun 1999 dan 180.676 jiwa pada tahun 2000, sedangkan jumlah anak lahir hidup berjumlah 333.221 orang menjadi 334.384 orang pada tahun 1999. Tahun 2000 jumlah anak lahir hidup meningkat menjadi 353.199 orang.

Terkait dengan indikator-indikator kesehatan di antaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta menyebutkan bahwa AKB di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2000 sebesar 66,68 orang per 1000 kelahiran hidup. Kemudian AHH penduduk Purwakarta pada tahun itu hanya 60,39 tahun. AHH Kabupaten Purwakarta menempati urutan ke-17 di Jawa Barat serta masih di bawah rata-rata AHH Jawa Barat sebesar 62,48 tahun. Pendek kata, potret kondisi kesehatan warga Kabupaten Purwakarta pada masa itu kurang menggembirakan.

see more at: http://www.penarakyat.com/2014/06/biografi-jr-saragih-bekerja-tanpa-pamrih.html#sthash.9mHugGNG.dpuf

BIOGRAFI JR SARAGIH : Bekerja Tanpa Pamrih

- No Comments
Purwakarta, tahun 2000. Sebuah wilayah kabupaten yang relatif tidak terlalu jauh dari Ibukota Jakarta. Tapi, Purwakarta waktu itu belum seramai sekarang. Purwakarta hanyalah daerah kecil, seluas 971,72 km2 atau sekitar 2,81 persen dari wilayah Provinsi Jawa Barat. Dengan begitu sawah yang ada juga relatif sempit, hanya sekitar 228 km2. Boleh dikatakan wilayah yang ketika itu tengah didorong menjadi daerah industri ini lekat dengan kemiskinan. Denyut kehidupan wilayah yang cukup strategis itu belum banyak diperhitungkan oleh para penanam modal. Masih kalah populer dibandingkan dengan Cikampek (Kabupaten Karawang) dan Cikarang (Kabupaten Bekasi) yang telah lama diramaikan oleh kawasan industri. Purwakarta menjadi akrab di telinga warga masyarakat setelah dibuka akses Jalan Tol Cipularang (Cikampek-Purwakarta-Padalarang) sekitar tahun 2007. Akses ke Purwakarta menjadi demikian gampang dan cepat. Serta mulai diperhitungkan sebagai salah satu kawasan industri andalan setelah tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Purwakarta menetapkan kawasan industri seluas 2000 hektar, zona industri seluas 3000 hektar serta kawasan pariwisata Jatiluhur.
Sebagai sebuah wilayah kabupaten, di tahun 2000, penduduk Purwakarta saat itu sudah relatif padat, 698.353 jiwa atau kepadatan 719 jiwa per kilometer persegi dengan pertumbuhan 2,22 persen. Purwakarta ketika itu mulai meretas jalan menjadi salah kabupaten penyangga Ibukota Jakarta dan hinterland Ibukota Provinsi Jawa Barat (Bandung). Di beberapa titik wilayah mulai muncul kawasan-kawasan industri. Terutama di Kecamatan Jatiluhur, Purwakarta, Babakancikao dan Campaka. Ada upaya mengubah citra Purwakarta sebagai kota pensiun menjadi kota industri dan pariwisata. Menjadi segitiga emas Jakarta-Purwakarta-Bandung dan Bandung-Purwakarta-Cirebon.
Purwakarta tampil bagai gula. Lazimnya pepatah ada gula ada semut, orang pun mulai berdatangan ke wilayah yang dulu merupakan salah satu pusat kerajaan di Tanah Pasundan ini. Sampai kemudian komposisi pendatang (migran) mendominasi piramida penduduk Purwakarta. Jumlah migran permanen adalah 51,83 persen dengan kisaran umur 15-19 tahun. Kemudian migran temporer sebanyak 0,30 persen. Sedangkan komposisi gender antara laki-laki dan perempuan relatif setara, yaitu 51,21 persen dan 48,79 persen. Prosentase penduduk angkatan kerja di Kabupaten Purwakarta saat itu sebesar 282.961 orang (50,74 %), sedangkan bukan angkatan kerja 274.679 (49,26 %). Dari angkatan kerja tersebut jumlah yang sudah bekerja sebanyak 264.991 orang (93,65 %), dan pencari kerja sebanyak17.970 orang (6,35 %).
Repotnya, sebagaimana daerah industri pada umumnya, Purwakarta menghadapi persoalan kesejahteraan kaum buruh atau pekerja. Penghasilan mereka sebagai buruh pabrik hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari. Sementara kebutuhan papan dipenuhi dengan upaya mengontrak atau menyewa rumah petak yang tumbuh bagai cendawan di musim hujan di sentra-sentra perindustrian. Mereka sedikit abai terhadap kebutuhan penting seperti kesehatan. Jaminan kesehatan dari perusahaan tempat mereka bekerja pun relatif minim. Ketika mereka jatuh sedikit, hanya mampu mengandalkan obat warung atau pengobatan alternatif yang kadang penuh risiko. Sampai kemudian banyak di antara mereka yang mengalami sakit kronis dan terlambat memperoleh pertolongan. Dan tak sedikit pula yang bahkan jiwanya tak tertolong.

Banyak kaum buruh dan warga masyarakat kurang mampu lainnya di wilayah Purwakarta kala itu dilanda semacam rasa takut berobat ke klinik atau rumah sakit. Mereka merasa takut tidak bisa membayar biaya pelayanan kesehatan. Apalagi banyak rumah sakit yang memberlakukan ‘kewajiban’ membayar uang muka sebelum pasien ditangani.
Tidak hanya kaum buruh atau pekerja yang mengalami keadaan kesehatan yang memprihatinkan. Secara umum kondisi kesehatan warga Kabupaten Purwakarta ketika itu kurang menggembirakan. Pertumbuhan penduduk Purwakarta saat itu relatif tinggi, sekitar 2,22 persen. Hal ini berkait dengan angka kelahiran bayi dan jumlah penduduk perempuan usia subur. Di masa itu jumlah perempuan usia subur (usia 15-49 tahun) adalah 27,78% dari total jumlah penduduk. Keberadaan perempuan usia subur tersebut menyebar di setiap kecamatan dengan kisaran prosentase: Kecamatan Purwakarta 32,58%, Kecamatan Jatiluhur 9,43%, Kecamatan Campaka 13,61%, Kecamatan Plered 5,06%, Kecamatan Darangdan 7,73%, Kecamatan Tegalwaru 4,37%, Kecamatan Maniis 2,24%, Kecamatan Sukatani 3,51%, Kecamatan Wanayasa 9,53% dan Kecamatan Pasawahan 7,96% serta Kecamatan Bojong 3,98%.
Berkaitan dengan jumlah perempuan usia subur, anak pernah dilahirkan dan yang masih hidup menurut golongan umur ibunya tahun 1990 berjumlah 144.677 jiwa meningkat menjadi 160.364 pada tahun 1999 dan 180.676 jiwa pada tahun 2000, sedangkan jumlah anak lahir hidup berjumlah 333.221 orang menjadi 334.384 orang pada tahun 1999. Tahun 2000 jumlah anak lahir hidup meningkat menjadi 353.199 orang.

Terkait dengan indikator-indikator kesehatan di antaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH). Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta menyebutkan bahwa AKB di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2000 sebesar 66,68 orang per 1000 kelahiran hidup. Kemudian AHH penduduk Purwakarta pada tahun itu hanya 60,39 tahun. AHH Kabupaten Purwakarta menempati urutan ke-17 di Jawa Barat serta masih di bawah rata-rata AHH Jawa Barat sebesar 62,48 tahun. Pendek kata, potret kondisi kesehatan warga Kabupaten Purwakarta pada masa itu kurang menggembirakan.

see more at: http://www.penarakyat.com/2014/06/biografi-jr-saragih-bekerja-tanpa-pamrih.html#sthash.9mHugGNG.dpuf

Ikuti Jokowi, JR Saragih Blusukan

- Rabu, 01 Januari 2014 No Comments
Bupati Simalungun, JR Saragih mencicipi makanan di acara lomba cipta menu beragam, berimbang, seimbang dan aman (B2SA) berbasis sumber daya lokal, di Lapangan Umum Nagori Dolok Malela, Kecamatan Gunung Malela, Kamis (4/9/2014) 
RAYA - Bupati Simalungun JR Saragih mengikuti cara Presiden Jokowi mengambil hati rakyat. Kamis (27/11/2014), ia blusukan ke sejumlah kecamatan dan desa sambil memberikan motivasi kepada masyarakat.
Mengawali blusukannya, JR meninjau pasar modern di Silimakuta, selanjutnya ke Kantor Camat Silimakuta, lanjut ke Kantor Camat Purba, dan Kantor UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Purba. Usai dari Kecamatan Purba, ia kemudian ke Kecamatan Dolok Pardamean.
Di Kecamatan Dolok Pardamean, mengetahui adanya warga yang sedang sakit, ia memerintahkan pihak kecamatan berkoordinasi dengan pihak Puskesmas untuk segera membawa warga bernama Peni Sinaga tersebut ke RSUD Rondahaim Saragih di Pematangraya untuk mendapatkan perawatan.
"Tugas kita sebagai pemerintah adalah melayani dan mensejahterahkan masyarakat," ujar JR Saragih.
Masih di Kecamatan Dolok Pardamean, ketika habis membesuk warga yang sakit, blusukan berlanjut ke Kantor Puskesmas  dan Kantor Camat. Di tengah perjalanan menuju Kantor Camat, JR bertemu dengan beberapa anak yang sedang bermain. Ketika itu JR Saragih menemui para anak-anak tersebut dan berkenalan. Saat berkenalan salah seorang anak bernama Browen Malau yang masih duduk di bangku SD kelas V menyebut bahwa ayahnya telah meninggal dunia dan ibunya hanya seorang petani.
Mengetahui itu, JR memerintahkan Kadis Pendidikan Wasin Sinaga agar memasukkan Browen sebagai salah satu penerima bantuan beasiswa dari Pemkab Simalungun.
Blusukan kemudian berlanjut ke Dusun Panahatan Nagori (Desa) Sibaganding Kecamatan Girsang Sipanganbolon. Untuk menuju lokasi, peserta rombongan harus mengunakan kapal agar bisa sampai tujuan, sebab akses menuju lokasi hanya bisa dilalui dengan menggunakan kapal karena terletak di pinggir Danau Toba.
           
Di Panahatan, JR menemui salah seorang warga yang sedang sakit diketahui bernama Rosenti Manik, yang menderita penyakit keropos tulang. JR pun berjanji akan memberikan kursi roda kepadanya.

"Karena sudah menjadi tugas pemerintah melayani masyarakat bukan untuk dilayani,"  ujarnya.
(amr/tribun-medan.com)